Kamis, 30 Januari 2014

SAJAK-SAJAK DAN PROFIL PENYAIR : BAHRUM RANGKUTI

Profil singkat Penyair Bahrum Rangkuti:

Bahrum Rangkuti - Dilahirkan tanggal 7 Agustus 1919 di Pulau Tagor, Galang, Sumatera Timur. Pendidikan HBS-B Medan - AMS - Al Yogya, tamat 1939. Faculteit de letteren Jakarta, 1939-1941. Jami'atul Mubashereen, Rabwah, Pakitstan, 1950. Kegemaran: mempelajari agama, filsafat kebudayaan. Karangan-karangan yang telah ditulisnya: Negara Ciptaan Rakyat, Penerbit: Tanjung, 1946; Sinar memancar dan Jabal An Nur, sandiwara radio, dimuat dalam majalah Indonesia Th. I No. 6, Juli 1949; Layla dan Majnun, sandiwara radio, dimuat dalam Gema Th. II No. 5, Mei 1949; Asmara Dahana, sandiwara radio 1949; Islami Iqtisadi ki nizam, dengan nama samaran Basyiruddin Mahmud Ahmad, Neraca Trading Coy, 1949; Pujangga Muhammad Iqbal, Almarco, 1952. Menterjemahkan buku-buku. Lintasan Sejarah Dunia I-II (Glimpses of World History) oleh Jawaharlal Nehru, BP 1950, 1951 ; Pakistan, Angka dan Peristiwa, Kedutaan Pakistan, 1950 ; An Nabi (The Prophet) oleh Gebran Khalil Gebran, Pembangunan, 1949 ; Kasymir oleh Zafrullah Khan, Wijaya 1951. Meninggal 13 Agustus 1977.


Berikut ini sajak-sajak dari Penyair Bahrum Rangkuti :

Do'a Makam  >>  Lihat Baca klik di sini !!

Hampa   >>  Lihat Baca klik di sini !!

Insaf   >>  Lihat Baca klik di sini !!

Mi'Raj   >>  Lihat Baca klik di sini !!

Laut, Perempuan dan Tuhan (Prosa/Cerita)    >>  Lihat di sini !!


* * *

Jumat, 17 Januari 2014

PUISI : MI'RAJ - BAHRUM RANGKUTI

MI'RAJ
Puisi Karya Bahrum Rangkuti


(I)


Malam kelam
lena dalam sunyi
hati meleleh hitam
rapat hening di atas bumi

Atap bilikku membuka
terus pandang kelangit cuaca
bintang gemetar bimbang
memanggil daku mengalam lapang.

lekat badan di bumi
tanah dengan tanah ini
dan jiwa ke luar dari bungkus
diduking kalimah segala kudus.

melambung mengatas dunia
hutan, gunung, awan, angkasa
dan alam lahir
bagai pikiran 'nembusi atir.


(II)

pintu gerbang alam rohani
mengelak buka oleh "salam 'alaikum"-
dari jauh mengembus sepoi bayu pagi
tapi apa ini, sungai Citarum? -

atau khayal fatamorgana
ini dunia penuh rasa
tiada pengawal penunjuk jalan
kemana pergi wahai, badan?

tiba daku di padang menyala
api di sekitar telan menelan
ke mana jua kuarah pandangan
ngeri mananti jurang ternganga.

aduh, dekatku api menjulang marah
kayu apinya: batu dan besi
badan manusia lembab berdarah
tapi 'nentiasa berpantang mati.

tak tahan hatiku ini
tulang sungsum gentar
terkejut, darah henti berlari
melihat ngeri sambar menyambar.

ke mana pergi?
mati tak bisa lagi
badan 'lah tinggal di bumi
manusia berbadan semata rohani.

banyak bentuk insan di sini
di alam Barzach lahir kembali
hidup menurut kemauan Ilahi
makhluk dibawa-Nya ke jalan abadi.

api negara penyembuh rohani
disebutkan "ibu" di Qur'an Suci
mendidik, menghardik, dan memartil
agar lahir insan-ul-kamil


(III)

dalam pikiran meresah gelombang
terus maju ke gurun pasir
lambat laun menghijau padang
berkat bacaan irama dzikir.

lihat, apa itu?
danau, taman mengempas sinar
melintas lembah hijau gemetar
gunung mendaki ke langit biru.
 taman swarga gembira menari
di sinar surya alam rohani
seni suara membelai rasa
mengembus sepoi pelbagai suara

atas bukit dalam jatuhan sinar perlahan
menguap hijau lembah taman sari
dan dari anak sungai, antara pelbagai bungan dan dahan
melambungkan nyanyian mesra kudus murni ......

bersandar daku di rindang firdusi
lena lemah tiada berdaya
do'a dan puji menggetar udara
apakah ini ma'rifat Ilahi?

merasa diri dalam swarga
tapi semua khayal semata
atau ini juga 
belum cukup lama dalam neraka ?


(IV)


Mana kau, mana kau kasih
aku'lah menanti
dalam taman firdusi sari
bagai janjimu dulu.

kau sangka kulupa padamu
sejak kau mengalam rohani
jiwaku kini di bawah pohon
puncaknya mendesau bayu asmara.

Mana engkau adikku sayang
mana engkau?
aku menanti di bawah rindang hijau
bagai katamu dulu.



                                                                                 (V)


Maka kedengaran suara nyanyian
dari jauh samar perlahan
kian lama mengembung nyata
sampai membuai alam semesta

didukung awan putih murni
diapi malaikat bidadari
datang kau di depanku
senyum suka bagai dulu

indah angkatanmu, merah muda
seluruh taman kemilau harum
jiwaku menyala hendak merangkum
tak dapat bergerak, diam pesona .....

padangmu lembut mesra
suaramu nyanyia surga
talapak kakimu juita melangkah
bagai merpati di samar lembah.


                                                                                 (VI)

Dan tiba-tiba suaramu mengalun
kuminum bagai pagi embun
membunga api di senja
dan khayal ini jadi nyata bercaya.

kian mengembung suaramu
menyadi nyala menyanyi
caya berpendar ke segala penjuru
aku serasa didukung sayap bunyi.

Tetapi dengan tiada setahuku
aku tak sadarkan diri lagi.
apakah ini fana dalam Ilahi
seluruh pribadi lebur dalam Rohani?

...............................................................................

Aku siuman. Turun ke bumi nyata
kembali. Malam gelita

Mata mencari ke sekitar
Segala bisu dan samar.

Inilah akhir kudus malam
pulang dari tamasya rohani
dan di langit lengkungan kelam
Kemilau bintang Utari .......

* * *

Kumpulan belum pernah diumumkan.

Kamis, 16 Januari 2014

PUISI : INSAF - BAHRUM RANGKUTI

INSAF
Puisi karya Bahrum Rangkuti


Kita bersama dari pulau ke pulau
melayari lautan hijau
di bawah langit kemilau
mengembara dari dunia ke dunia
dari sufi karim-i-Jilali
ke filsuf Kant, manusia postulat
terus tiba di Iqbal:
Insan kaca Ilahi.
Tetapi apa ini?
madu atau tomat?
segala rasa dan cita memedat
apa hanya fatamorgana?
dan akhirnya ini juga:
kita akan terdampar ke pantai jiwa:
remuk dan luka!
Kau takut
api dan maut?
jangan turut
aku ini pengembara padang pasir
berjalan dari mata air ke mata air!


Panca Raya Th. I No. 24, I Nopember 1946

Rabu, 15 Januari 2014

PUISI : HAMPA - BAHRUM RANGKUTI

HAMPA
Puisi Karya Bahrum Rangkuti



Naik beca pulang ke Mampang, Laut malam
Dunia malam, sepi dan kelam
Di Pohon bimbang dan gelap diam

Segala lena dan kaku
Abang becak litak lesu
Tiada gaya dan nafsu

Bulan pun tak kelihatan
Satu bintang pudar segan
Hendak hilang ke balik awan

Aku pun begitu sekarang
Jiwa kosong dan malang
Bulan bintangku hilang.


Panca Raya, Th.I No. 24, 1 Nopember 1946

PUISI : DO'A MAKAM - BAHRUM RANGKUTI

DO'A MAKAM 
Puisi Karya Bahrum Rangkuti


Dilindung bayang gantungan dahan
baringan dinda hening tenang
bunga kemboja di tahan abang
bayu senja sepoi perlahan

Pandang pilu 'nembusi dalam
basah gemetar hamparan melati
suara Qur'an di dekat pualam
kian seni sendu di hati

perlahan hilang warna hijau
dunia dan langit mengendus sunyi
kenang melayang ke alam rohani

tenang malam membelai jiwa
mengalun suara samar sepoi
dari bintang jauh kemilau


Panca Raya, Th. I No. 24, 1 Nopember 1946

Jumat, 10 Januari 2014

SAJAK-SAJAK DAN PROFIL PENYAIR : ANAS MA'RUF

Profil singkat Penyair ANAS MA'RUF:

Anas Ma'ruf - Dilahirkan tanggal 27 Oktober 1922 di Bukittinggi. Pendidikan Tamat SMT (1945) di Jakarta. Ikut mendirikan Berita Indonesia Jakarta (1945). Pemimpin Umum majalah Nusantara (1946), redaktur majalah kebudayaan Arena dan majalah Patriot (1946-1947) Yogya. Menjadi anggota Redaksi majalah Indonesia ( 1950-1952) dan sekretaris Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1955 - 1957), disamping menjadi pegawai Balai Pustaka. Di zaman Jepang menterjemahkan: Kabir, Gitanjali dan Citra. Di masa Republik; Sadhana. Semuanya karangan-karangan Rabindranath Tagore. Di samping menterjemahkan cerita-cerita pendek dan sajak-sajak dari berbagai negeri, juga menterjemahkan buku-buku ekonomi. Terjemahan-terjemahan terakhir: Komedi Mansusia, William Saroyan, Mutiara, John Steinbeck. Anas Ma'ruf Meninggal dunia pada tanggal 24 Agustus 1980.



Berikut ini sajak-sajak dari Penyair Anas Ma'ruf yang dapat penulis himpun :


ANAK PEDATI

Di bawah cahaya bulan purnama
Sebaris pedati tampak beriring
Suara gentanya redup bergema
Melalui lembah sunyi berdenging

Bertiup lagu puputan rindu
Lembut mengalun dengung salung
Hanyut sukma dihilirkan lagu
Ikut berayun dengan senandung

Serantih digubah berlarat-larat
Menurut getaran jiwa  bercinta
Menanti balasan cinta kasih ;
Pernah kurasa terbangkit hasrat
Mendengar gumbahan cipta rasa
Kurnia simpanan anak pedati.


Panji Pustaka, Th. XXI No. 12, 20 Maret 1943

* * *


KISAH ZAMAN


Desir desau air mengalir
ke pantai mara
tujuan nyata
Dari udik sampai ke hilir
penuh rahasia
sejak semula

Risik risau ombak memecah
di pantai landai
buih berderai
Entah ombak sedang bermadah
mencurah rasa
peraman dada.

Alangkah bahagia o, Tuhan
Jika ku mahir
bahasa air
Hendak kudengar kisah zaman
di bibir pantai 
di tepi sungai.


Kebudayaan Timur I, 1943


 

Sumber:
- H.B. Jassin, 2000, Gema Tanah Air Prosa dan Puisi 1,  Balai Pustaka, Jakarta.
Diberdayakan oleh Blogger.