Selasa, 12 Oktober 2021

KUMPULAN PUISI RELIGIUS/ISLAMI MUSTOFA BISRI

 Kumpulan Puisi Religius/ Islami Mustofa Bisri


Sujud


Bagaimana kau hendak bersujud pasrah

sedang wajahmu yang bersih sumringah

keningmu yang mulia

dan indah begitu pongah

minta sajadah

agar tak menyentuh tanah.


Apakah kau melihatnya

seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu

dengan congkak,

tanah hanya patut diinjak,

tempat kencing dan berak

membuang ludah dan dahak

atau paling jauh hanya jadi lahan

pemanjaan nafsu

serakah dan tamak.


Apakah kau lupa

bahwa tanah adalah bapak

dari mana ibumu dilahirkan,

tanah adalah ibu yang menyusuimu

dan memberi makan

tanah adalah kawan yang memelukmu

dalam kesendirian

dalam perjalanan panjang

menuju keabadian.


Singkirkan saja

sajadah mahalmu

ratakan keningmu,

ratakan heningmu,

tanahkan wajahmu,

pasrahkan jiwamu,

biarlah rahmat agung

Allah membelai

dan terbanglah kekasih



Cintamu


bukankah aku sudah mengatakan kepadamu kemarilah

rengkuh aku dengan sepenuh jiwamu

datanglah aku akan berlari menyambutmu

tapi kau terus sibuk dengan dirimu

kalaupun datang kau hanya menciumi pintu rumahku

tanpa meski sekedar melongokku

kau hanya membayangkan dan menggambarkan diriku

lalu kau rayu aku dari kejauhan

kau merayu dan memujaku

bukan untuk mendapatkan cintaku

tapi sekedar memuaskan egomu

kau memarahi mereka

yang berusaha mendekatiku

seolah olah aku sudah menjadi kekasihmu

apakah karena kau cemburu buta

atau takut mereka lebih tulus mencintaiku

Pulanglah ke dirimu

aku tak kemana mana


Bagi Mu


Bagimu kutancapkan kening kebanggaanku pada

rendah tanah,

telah kuamankan sedapat mungkin

maniku,

kuselamat-selamatkan Islamku

kini dengan

segala milikMu ini

kuserahkan kepadaMu Allah

terimalah.


Kepala bergengsi yang terhormat ini

dengan kedua

mata yang mampu menangkap

gerak-gerik dunia,

kedua telinga

yang dapat menyadap kersik-kersik

berita,

hidung yang bisa mencium wangi parfum

hingga borok manusia,

mulut yang sanggup menyulap

kebohongan jadi kebenaran

seperti yang lain hanyalah

sepersekian percik tetes anugrahMu.


Alangkah amat

mudahnya Engkau

melumatnya Allah,

sekali Engkau

lumat terbanglah cerdikku,

terbanglah gengsiku

terbanglah kehormatanku,

terbanglah kegagahanku,

terbanglah kebanggaanku,

terbanglah mimpiku,

terbanglah hidupku.


Allah,

jika terbang-terbanglah,

sekarangpun aku pasrah,

asal menuju haribaan rahmatMu.


Di Arafah


Terlentang aku

seenaknya dalam pelukan bukit-bukit

batu bertenda langit biru,

seorang anak entah

berkebangsaan apa

mengikuti anak mataku

dan dalam

isyarat bertanya-tanya

kapan Tuhan turun?

Aku tersenyum.

Setan mengira dapat mengendarai

matahari,

mengusik khusukku apa tak melihat

ratusan ribu hati putih

menggetarkan bibir,

melepas dzikir,

menjagamu

dari jutaan milyar malaikat

menyiramkan berkat.

Kulihat diriku

terapung-apung

dalam nikmat dan sianak

entah berkebangsaan apa

seperti melihat arak-arakan

karnaval menari-nari

dengan riangnya.


Terlentang aku

satu diantara jutaan tumpukan

dosa yang mencoba menindih,

akankah

kiranya bertahan dari banjir

air mata penyesalan

massal ini


Gunung-gunung batu

menirukan tasbih kami,

pasir menghitung wirid kami

dan sianak

yang aku tak tahu

berkebangsaan apa

tertidur dipangkuanku

pulas sekali



Di Pelataran AgungMu

Nan Lapang


Di pelataran agungMu

nan lapang kawanan burung merpati

sesekali sempat memunguti butir-butir

bebijian yang Engkau tebarkan

lalu terbang lagi

menggores-gores biru langit

melukis puja-puji

yang hening


Di pelataran agungMu

nan lapang aku setitik noda

setahi burung merpati menempel pada pekat

gumpalan yang menyeret warna bias kelabu

berputaran mengatur

melaju luluh dalam gemuruh

talbiah, takbir dan tahmit

Dikejar dosa-dosa

dalam kerumuman dosa

ada sebaris doa

siap kuucapkan

lepas terhanyut air mata

tersangkut di kiswah nan hitam


Di pelataran agungMu

nan lapang

aku titik-titik tahi merpati

menggumpal dalam titik noda berputaran,

mengabur, melaju, luluh

dalam gemuruh talbiah,

takbir dan tahmit

mengejar ampunan dalam lautan

ampunan

terpelanting dalam qouf dan roja.



Kaum Beragama Negeri Ini


Tuhan,

lihatlah

betapa baik kaum beragama

negeri ini

mereka terus membuatkanmu

rumah-rumah mewah

di antara gedung-gedung kota

hingga di tengah-tengah sawah

dengan kubah-kubah megah

dan menara-menara menjulang

untuk meneriakkan namaMu

menambah segan

dan keder hamba-hamba

kecilMu yang ingin sowan kepadaMu.


NamaMu mereka nyanyikan dalam acara

hiburan hingga pesta agung kenegaraan.

Mereka merasa begitu dekat denganMu

hingga masing-masing

merasa berhak mewakiliMu.


Yang memiliki kelebihan harta

membuktikan

kedekatannya dengan harta

yang Engkau berikan

Yang memiliki kelebihan kekuasaan

membuktikan kedekatannya dengan

kekuasaannya yang Engkau limpahkan.

Yang memiliki kelebihan ilmu

membuktikan

kedekatannya dengan ilmu

yang Engkau karuniakan.


Mereka yang engkau anugerahi

kekuatan sering kali bahkan merasa

diri Engkau sendiri

Mereka bukan saja ikut

menentukan ibadah

tetapi juga menetapkan

siapa ke sorga siapa ke neraka.


Mereka sakralkan pendapat mereka

dan mereka akbarkan

semua yang mereka lakukan

hingga takbir

dan ikrar mereka yang kosong

bagai perut bedug.

Allah hu akbar walilla ilham.



Gelisahku


gelisahku adalah gelisah purba

adam yang harus pergi mengembara tanpa diberitahu


kapan akan kembali

bukan sorga benar yang kusesali karena harus kutinggalkan

namun ngungunku mengapa kau tinggalkan

aku sendiri

sesalku karena aku mengabaikan kasihmu yang agung


dan dalam kembaraku di mana kuperoleh lagi kasih

sepersejuta saja kasihmu

jauh darimu semakin mendekatkanku kepadamu

cukup sekali, kekasih

tak lagi,

tak lagi sejenak pun

aku berpaling

biarlah gelisahku jadi dzikirku.


Lailatul Qadr 


Inilah malam yang Allah janjikan.

Lebih bermakna dari seribu bulan.

Butir-butir putih.

Memilih insan putih hati.

Yang mengerti.


Langkah tak sepanjang sajadah.

Di langit. kerlip bintang berganti riang.

Iringi Jibril turun kebumi.

Angin enggan berhembus.

Mengheningkan malam.

Hingga fajar tiba.

Malam lailatul qodar.

 Malam impian.

Mukmin diatas bumi Allah.



Mencintai


Semua manusia pasti pernah mencinta dan dicintai.

Maka tak ada baiknya jika seseorang tidak mencintai.

Celaka bagi dunia ketika penduduknya tidak mencintai atau dicintai.

Dunia tidak ada baik dan nikmatnya jika engkau tidak mencintai siapa-siapa.

Tinggalah bersama orang yg kau nikmati cintanya.

Karena zaman akan memangsamu jika kamu sendirian.



Pandangan


Semua bencana itu bersumber dari pandangan.

Seperti api besar itu bersumber dari percikan bunga api.

Betapa banyak pandangan yg menancap dlm hati seseorang.

Seperti panah yg terlepas dr busurnya.

Selagi seseorang memiliki mata, berasal dari sumber matalah semua marabahaya.

Mudah beban melakukannya, dilihatpun tak berbahaya.

Tapi, jangan ucapkan selamat datang kesenangan sesaat yang kembali membawa bencana...

Diberdayakan oleh Blogger.