Kamis, 27 April 2017

KUMPULAN PUISI-PUISI DAN BIOGRAFI SINGKAT KH. A. MUSTOFA BISRI

Kumpulan Puisi-puisi KH. A. Mustofa Bisri Kumpulan Puisi KH. A. Mustofa Bisri - Assalamu’alaikum… selamat pagi, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan di pagi hari ini saya akan mencoba berbagi tentang kumpulan puisi KH. A. Mustofa Bisri. Langsung saja ya…

Kiyai, penyair, novelis, pelukis, budayawan dan cendekiawan muslim, ini telah memberi warna baru pada peta perjalanan kehidupan sosial dan politik para ulama. Ia kiyai yang bersahaja, bukan kiyai yang ambisius. Ia kiyai pembelajar bagi para ulama dan umat. Pengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, ini enggan (menolak) dicalonkan menjadi Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama dalam Muktamar NU ke-31 28/11-2/12-2004 di Boyolali, Jawa Tengah.

KH Achmad Mustofa Bisri, akrab dipanggil Gus Mus, ini mempunyai prinsip harus bisa mengukur diri. Setiap hendak memasuki lembaga apapun, ia selalu terlebih dahulu mengukur diri. Itulah yang dilakoninya ketika Gus Dur mencalonkannya dalam pemilihan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama pada Muktamar NU ke-31 itu.

Lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944, dari keluarga santri. Kakeknya, Kyai Mustofa Bisri adalah seorang ulama. Demikian pula ayahnya, KH Bisri Mustofa, yang tahun 1941 mendirikan Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, adalah seorang ulama karismatik termasyur.

Ia dididik orang tuanya dengan keras apalagi jika menyangkut prinsip-prinsip agama. Namun, pendidikan dasar dan menengahnya terbilang kacau. Setamat sekolah dasar tahun 1956, ia melanjut ke sekolah tsanawiyah. Baru setahun di tsanawiyah, ia keluar, lalu masuk Pesantren Lirboyo, Kediri selama dua tahun. Kemudian pindah lagi ke Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Di Yogyakarta, ia diasuh oleh KH Ali Maksum selama hampur tiga tahun. Ia lalu kembali ke Rembang untuk mengaji langsung diasuh ayahnya.

KH Ali Maksum dan ayahnya KH Bisri Mustofa adalah guru yang paling banyak mempengaruhi perjalanan hidupnya. Kedua kiyai itu memberikan kebebasan kepada para santri untuk mengembangkan bakat seni.

Kemudian tahun 1964, dia dikirim ke Kairo, Mesir, belajar di Universitas Al-Azhar, mengambil jurusan studi keislaman dan bahasa Arab, hingga tamat tahun 1970. Ia satu angkatan dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Menikah dengan Siti Fatimah, ia dikaruniai tujuh orang anak, enam di antaranya perempuan. Anak lelaki satu-satunya adalah si bungsu Mochamad Bisri Mustofa, yang lebih memilih tinggal di Madura dan menjadi santri di sana. Kakek dari empat cucu ini sehari-hari tinggal di lingkungan pondok hanya bersama istri dan anak keenamnya Almas.

Setelah abangnya KH Cholil Bisri meninggal dunia, ia sendiri memimpin dan mengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, didampingi putra Cholil Bisri. Pondok yang terletak di Desa Leteh, Kecamatan Rembang Kota, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, 115 kilometer arah timur Kota Semarang, itu sudah berdiri sejak tahun 1941.

Keluarga Mustofa Bisri menempati sebuah rumah kuno wakaf yang tampak sederhana tapi asri, terletak di kawasan pondok. Ia biasa menerima tamu di ruang seluas 5 x 12 meter berkarpet hijau dan berisi satu set kursi tamu rotan yang usang dan sofa cokelat. Ruangan tamu ini sering pula menjadi tempat mengajar santrinya.

Di luar kegiatan rutin sebagai ulama, dia juga seorang budayawan, pelukis dan penulis. Dia telah menulis belasan buku fiksi dan nonfiksi. Justru melalui karya budayanyalah, Gus Mus sering kali menunjukkan sikap kritisnya terhadap budaya yang berkembang dalam masyarakat. Tahun 2003, misalnya, ketika goyang ngebor pedangdut Inul Daratista menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, Gus Mus justru memamerkan lukisannya yang berjudul Berdzikir Bersama Inul. Begitulah cara Gus Mus mendorong perbaikan budaya yang berkembang saat itu.

Bakat lukis Gus Mus terasah sejak masa remaja, saat mondok di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Ia sering keluyuran ke rumah-rumah pelukis. Salah satunya bertandang ke rumah sang maestro seni lukis Indonesia, Affandi. Ia seringkali menyaksikan langsung bagaimana Affandi melukis. Sehingga setiap kali ada waktu luang, dalam bantinnya sering muncul dorongan menggambar. Saya ambil spidol, pena, atau cat air untuk corat-coret. Tapi kumat-kumatan, kadang-kadang, dan tidak pernah serius, kata Gus Mus, perokok berat yang sehari-hari menghabiskan dua setengah bungkus rokok.

Gus Mus, pada akhir tahun 1998, pernah memamerkan sebanyak 99 lukisan amplop, ditambah 10 lukisan bebas dan 15 kaligrafi, digelar di Gedung Pameran Seni Rupa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Kurator seni rupa, Jim Supangkat, menyebutkan, kekuatan ekspresi Mustofa Bisri terdapat pada garis grafis. Kesannya ritmik menuju zikir membuat lukisannya beda dengan kaligrafi. Sebagian besar kaligrafi yang ada terkesan tulisan yang diindah-indahkan, kata Jim Supangkat, memberi apresiasi kepada Gus Mus yang pernah beberapa kali melakukan pameran lukisan.

Sedangkan dengan puisi, Gus Mus mulai mengakrabinya saat belajar di Kairo, Mesir. Ketika itu Perhimpunan Pelajar Indonesia di Mesir membikin majalah. Salah satu pengasuh majalah adalah Gus Dur. Setiap kali ada halaman kosong, Mustofa Bisgus musri diminta mengisi dengan puisi-puisi karyanya. Karena Gus Dur juga tahu Mustofa bisa melukis, maka, ia diminta bikin lukisan juga sehingga jadilah coret-coretan, atau kartun, atau apa saja, yang penting ada gambar pengisi halaman kosong. Sejak itu, Mustofa hanya menyimpan puisi karyanya di rak buku.

Namun adalah Gus Dur pula yang mengembalikan Gus Mus ke habitat perpuisian. Pada tahun 1987, ketika menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Gus Dur membuat acara Malam Palestina. Salah satu mata acara adalah pembacaan puisi karya para penyair Timur Tengah. Selain pembacaan puisi terjemahan, juga dilakukan pembacaan puisi aslinya. Mustofa, yang fasih berbahasa Arab dan Inggris, mendapat tugas membaca karya penyair Timur Tengah dalam bahasa aslinya. Sejak itulah Gus Mus mulai bergaul dengan para penyair.

Sejak Gus Mus tampil di Taman Ismail Marzuki, itu kepenyairannya mulai diperhitungkan di kancah perpuisian nasional. Undangan membaca puisi mengalir dari berbagai kota. Bahkan ia juga diundang ke Malaysia, Irak, Mesir, dan beberapa negara Arab lainnya untuk berdiskusi masalah kesenian dan membaca puisi. Berbagai negeri telah didatangi kyai yang ketika muda pernah punya keinginan aneh, yakni salaman dengan Menteri Agama dan menyampaikan salam dari orang-orang di kampungnya. Untuk maksud tersebut ia berkali-kali datang ke kantor sang menteri. Datang pertama kali, ditolak, kedua kali juga ditolak. Setelah satu bulan, ia diizinkan ketemu menteri walau hanya tiga menit.

Kyai bertubuh kurus berkacamata minus ini telah melahirkan ratusan sajak yang dihimpun dalam lima buku kumpulan puisi: Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (1988), Tadarus Antologi Puisi (1990), Pahlawan dan Tikus (1993), Rubaiyat Angin dan Rumput (1994), dan Wekwekwek (1995). Selain itu ia juga menulis prosa yang dihimpun dalam buku Nyamuk Yang Perkasa dan Awas Manusia (1990).

Sebagai cendekiawan muslim, Gus Mus mengamalkan ilmu yang didapat dengan cara menulis beberapa buku keagamaan. Ia termasuk produktif menulis buku yang berbeda dengan buku para kyai di pesantren. Tahun 1979, ia bersama KH M. Sahal Mahfudz menerjemahkan buku ensiklopedia ijmak. Ia juga menyusun buku tasawuf berjudul Proses Kebahagiaan (1981). Selain itu, ia menyusun tiga buku tentang fikih yakni Pokok-Pokok Agama (1985), Saleh Ritual, Saleh Sosial (1990), dan Pesan Islam Sehari-hari (1992).

Ia lalu menerbitkan buku tentang humor dan esai, Doaku untuk Indonesia? dan Ha Ha Hi Hi Anak Indonesia. Buku yang berisi kumpulan humor sejak zaman Rasullah dan cerita-cerita lucu Indonesia. Menulis kolom di media massa sudah dimulainya sejak muda. Awalnya, hatinya panas jika tulisan kakaknya, Cholil Bisri, dimuat media koran lokal dan guntingan korannya ditempel di tembok. Ia pun tergerak untuk menulis. Jika dimuat, guntingan korannya ditempel menutupi guntingan tulisan sang kakak. Gus Mus juga rajin membuat catatan harian.

Seperti kebanyakan kyai lainnya, Mustofa banyak menghabiskan waktu untuk aktif berorganisasi, seperti di NU. Tahun 1970, sepulang belajar dari Mesir, ia menjadi salah satu pengurus NU Cabang Kabupaten Rembang. Kemudian, tahun 1977, ia menduduki jabatan Mustasyar, semacam Dewan Penasihat NU Wilayah Jawa Tengah. Pada Muktamar NU di Cipasung, Jawa Barat, tahun 1994, ia dipercaya menjadi Rais Syuriah PB NU.



STASIUN


kereta rinduku datang menderu

gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu

membuatku semakin merasa terburu-buru

tak lama lagi bertemu, tak lama lagi bertemu


sudah kubersih-bersihkan diriku

sudah kupatut-patutkan penampilanku

tetap saja dada digalau rindu

sabarlah rindu, tak lama lagi bertemu


tapi sekejap terlena

stasiun persinggahan pun berlalu

meninggalkanku sendiri lagi

termangu





GELISAHKU


gelisahku adalah gelisah purba

adam yang harus pergi mengembara tanpa diberitahu

kapan akan kembali

bukan sorga benar yang kusesali karena harus kutinggalkan

namun ngungunku mengapa kau tinggalkan

aku sendiri

sesalku karena aku mengabaikan kasihmu yang agung

dan dalam kembaraku di mana kuperoleh lagi kasih

sepersejuta saja kasihmu

jauh darimu semakin mendekatkanku kepadamu

cukup sekali, kekasih

tak lagi,

tak lagi sejenak pun

aku berpaling

biarlah gelisahku jadi dzikirku


Jakarta, 2002




SUJUD


Bagaimana kau hendak bersujud pasrah

sedang wajahmu yang bersih sumringah

keningmu yang mulia

dan indah begitu pongah

minta sajadah

agar tak menyentuh tanah.


Apakah kau melihatnya

seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu

dengan congkak,

tanah hanya patut diinjak,

tempat kencing dan berak

membuang ludah dan dahak

atau paling jauh hanya jadi lahan

pemanjaan nafsu

serakah dan tamak.


Apakah kau lupa

bahwa tanah adalah bapak

dari mana ibumu dilahirkan,

tanah adalah ibu yang menyusuimu

dan memberi makan

tanah adalah kawan yang memelukmu

dalam kesendirian

dalam perjalanan panjang

menuju keabadian.


Singkirkan saja

sajadah mahalmu

ratakan keningmu,

ratakan heningmu,

tanahkan wajahmu,

pasrahkan jiwamu,

biarlah rahmat agung

Allah membelai

dan terbanglah kekasih




BAGI MU


Bagimu kutancapkan kening kebanggaanku pada

rendah tanah,

telah kuamankan sedapat mungkin

maniku,

kuselamat-selamatkan Islamku

kini dengan

segala milikMu ini

kuserahkan kepadaMu Allah

terimalah.


Kepala bergengsi yang terhormat ini

dengan kedua

mata yang mampu menangkap

gerak-gerik dunia,

kedua telinga

yang dapat menyadap kersik-kersik

berita,

hidung yang bisa mencium wangi parfum

hingga borok manusia,

mulut yang sanggup menyulap

kebohongan jadi kebenaran

seperti yang lain hanyalah

sepersekian percik tetes anugrahMu.


Alangkah amat

mudahnya Engkau

melumatnya Allah,

sekali Engkau

lumat terbanglah cerdikku,

terbanglah gengsiku

terbanglah kehormatanku,

terbanglah kegagahanku,

terbanglah kebanggaanku,

terbanglah mimpiku,

terbanglah hidupku.


Allah,

jika terbang-terbanglah,

sekarangpun aku pasrah,

asal menuju haribaan rahmatMu.






DI ARAFAH


Terlentang aku

seenaknya dalam pelukan bukit-bukit

batu bertenda langit biru,

seorang anak entah

berkebangsaan apa

mengikuti anak mataku

dan dalam

isyarat bertanya-tanya

kapan Tuhan turun?

Aku tersenyum.

Setan mengira dapat mengendarai

matahari,

mengusik khusukku apa tak melihat

ratusan ribu hati putih

menggetarkan bibir,

melepas dzikir,

menjagamu

dari jutaan milyar malaikat

menyiramkan berkat.

Kulihat diriku

terapung-apung

dalam nikmat dan sianak

entah berkebangsaan apa

seperti melihat arak-arakan

karnaval menari-nari

dengan riangnya.


Terlentang aku

satu diantara jutaan tumpukan

dosa yang mencoba menindih,

akankah

kiranya bertahan dari banjir

air mata penyesalan

massal ini


Gunung-gunung batu

menirukan tasbih kami,

pasir menghitung wirid kami

dan sianak

yang aku tak tahu

berkebangsaan apa

tertidur dipangkuanku

pulas sekali






KAUM BERAGAMA NEGRI INI


Tuhan,

lihatlah betapa baik

kaum beragama

negeri ini

mereka tak mau kalah dengan kaum

beragama lain

di negeri-negeri lain.

Demi mendapatkan ridhomu

mereka rela mengorbankan

saudara-saudara mereka

untuk merebut tempat

terdekat disisiMu


mereka bahkan tega menyodok

dan menikam hamba-hambaMu sendiri

demi memperoleh RahmatmMu

mereka memaafkan kesalahan dan

mendiamkan kemungkaran

bahkan mendukung kelaliman

Untuk membuktikan

keluhuran budi mereka,

terhadap setanpun

mereka tak pernah

berburuk sangka


Tuhan,

lihatlah

betapa baik kaum beragama

negeri ini

mereka terus membuatkanmu

rumah-rumah mewah

di antara gedung-gedung kota

hingga di tengah-tengah sawah

dengan kubah-kubah megah

dan menara-menara menjulang

untuk meneriakkan namaMu

menambah segan

dan keder hamba-hamba

kecilMu yang ingin sowan kepadaMu.


NamaMu mereka nyanyikan dalam acara

hiburan hingga pesta agung kenegaraan.

Mereka merasa begitu dekat denganMu

hingga masing-masing

merasa berhak mewakiliMu.


Yang memiliki kelebihan harta

membuktikan

kedekatannya dengan harta

yang Engkau berikan

Yang memiliki kelebihan kekuasaan

membuktikan kedekatannya dengan

kekuasaannya yang Engkau limpahkan.

Yang memiliki kelebihan ilmu

membuktikan

kedekatannya dengan ilmu

yang Engkau karuniakan.


Mereka yang engkau anugerahi

kekuatan sering kali bahkan merasa

diri Engkau sendiri

Mereka bukan saja ikut

menentukan ibadah

tetapi juga menetapkan

siapa ke sorga siapa ke neraka.


Mereka sakralkan pendapat mereka

dan mereka akbarkan

semua yang mereka lakukan

hingga takbir

dan ikrar mereka yang kosong

bagai perut bedug.

Allah hu akbar walilla ilham.


Rembang – menjelang Idul Adha 1418 / 1998




DI PELATARAN AGUNG MU NAN LAPANG


Di pelataran agungMu

nan lapang kawanan burung merpati

sesekali sempat memunguti butir-butir

bebijian yang Engkau tebarkan

lalu terbang lagi

menggores-gores biru langit

melukis puja-puji

yang hening


Di pelataran agungMu

nan lapang aku setitik noda

setahi burung merpati menempel pada pekat

gumpalan yang menyeret warna bias kelabu

berputaran mengatur

melaju luluh dalam gemuruh

talbiah, takbir dan tahmit

Dikejar dosa-dosa

dalam kerumuman dosa

ada sebaris doa

siap kuucapkan

lepas terhanyut air mata

tersangkut di kiswah nan hitam


Di pelataran agungMu

nan lapang

aku titik-titik tahi merpati

menggumpal dalam titik noda berputaran,

mengabur, melaju, luluh

dalam gemuruh talbiah,

takbir dan tahmit

mengejar ampunan dalam lautan

ampunan

terpelanting dalam qouf dan roja.






IBU


Kaulah gua teduh

tempatku bertapa bersamamu

Sekian lama

Kaulah kawah

dari mana aku meluncur dengan perkasa

Kaulah bumi

yang tergelar lembut bagiku

melepas lelah dan nestapa

gunung yang menjaga mimpiku

siang dan malam

mata air yang tak brenti mengalir

membasahi dahagaku

telaga tempatku bermain

berenang dan menyelam

Kaulah, ibu, laut dan langit

yang menjaga lurus horisonku

Kaulah, ibu, mentari dan rembulan

yang mengawal perjalananku

mencari jejak sorga

di telapak kakimu

(Tuhan,

aku bersaksi

ibuku telah melaksanakan amantMu

menyampaikan kasihsayangMu

maka kasihilah ibuku

seperti Kau mengasihi

kekasih-kekasihMu

Amin).

1414






NAZAR IBU DI KARBALA


pantulan mentari

senja dari kubah keemasan

mesjid dan makam sang cucu nabi

makin melembut

pada genangan

airmata ibu tua

bergulir-gulir

berkilat-kilat

seolah dijaga pelupuk

agar tak jatuh

indah warnanya

menghibur bocah berkaki satu

dalam gendongannya

tapi jatuh juga akhirnya

manik-manik bening berkilauan

menitik pecah

pada pipi manis kemerahan

puteranya

“ibu menangis ya, kenapa?”

meski kehilangan satu kaki

bukankah ananda selamat kini

seperti yang ibu pinta?”

“airmata bahagia, anakku

kerna permohonan kita dikabulkan

kita ziarah kemari hari ini

memenuhi nazar ibumu.”

cahaya lembut masih memantul-mantul

dari kedua matanya

ketika sang ibu tiba-tiba brenti

berdiri tegak di pintu makam

menggumamkan salam:

“assalamu ‘alaika ya sibtha rasulillah

salam bagimu, wahai cucu rasul

salam bagimu, wahai permata zahra.”

lalu dengan permatanya sendiri

dalam gendongannya

hati-hati maju selangkah-selangkah

menyibak para peziarah

yang begitu meriah

disentuhnya dinding makam seperti tak sengaja

dan pelan-pelan dihadapkannya wajahnya ke kiblat

membisik munajat:

“terimakasih, tuhanku

dalam galau perang yang tak menentu

engkau hanya mengujiku

sebatas ketahananku

engkau hanya mengambil suami

gubuk kami

dan sebelah kaki

anakku

tak seberapa

dibanding cobamu

terhadap cucu rasulmu ini

engkau masih menjaga

kejernihan pikiran

dan kebeningan hati

tuhan,

kalau aku boleh meminta ganti

gantilah suami, gubuk, dan kaki anakku

dengan kepasrahan yang utuh

dan semangat yang penuh

untuk terus melangkah

pada jalan lurusmu

dan sadarkanlah manusia

agar tak terus menumpahkan darah

mereka sendiri sia-sia

tuhan,

inilah nazarku

terimalah.”

Karbala, 1409






CINTA IBU


Seorang ibu mendekap anaknya yang

durhaka saat sekarat

airmatanya menetes-netes di wajah yang

gelap dan pucat

anaknya yang sejak di rahim diharap-

harapkan menjadi cahaya

setidaknya dalam dirinya

dan berkata anakku jangan risaukan dosa-

dosamu kepadaku

sebutlah namaNya, sebutlah namaNya.

Dari mulut si anak yang gelepotan lumpur

dan darah

terdengar desis mirip upaya sia-sia

sebelum semuanya terpaku

kaku.

2000






KAU INI BAGAIMANA ATAU AKU HARUS BAGAI MANA



Kau ini bagaimana?

Kau bilang Aku merdeka, Kau memilihkan untukku segalanya

Kau suruh Aku berpikir, Aku berpikir Kau tuduh Aku kapir

Aku harus bagaimana?

Kau bilang bergeraklah, Aku bergerak Kau curigai

Kau bilang jangan banyak tingkah, Aku diam saja Kau waspadai

Kau ini bagaimana?

Kau suruh Aku pegang prinsip, Aku memegang prinsip Kau tuduh Aku kaku

Kau suruh Aku toleran Kau bilang Aku plin-plan

Aku harus bagaimana?

Aku Kau suruh maju, Aku maju Kau srimpung kakiku

Kau suruh Aku bekerja, Aku bekerja Kau ganggu Aku

Kau ini bagaimana?

Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya

Aku Kau suruh berdisiplin, Kau menyontohkan yang lain

Aku harus bagaimana?

Kau bilang Tuhan sangat dekat, Kau sendiri memanggilnya dengan pengeras suara tiap saat

Kau bilang Kau suka damai, Kau ajak Aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana?

Aku Kau suruh membangun, Aku membangun Kau merusaknya

Aku Kau suruh menabung, Aku menabung Kau menghabiskannya

Kau ini bagaimana?

Kau suruh Aku menggarap sawah, sawahku Kau tanami rumah-rumah

Kau bilang Aku harus punya rumah, Aku punya rumah Kau meratakannya dengan tanah

Kau ini bagaimana?

Aku Kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi

Aku Kau suruh bertanggung jawab, Kau sendiri terus berucap Wallahu a’lam bissawab

Kau ini bagaimana?

Kau suruh Aku jujur, Aku jujur Kau tipu Aku

Kau suruh Aku sabar, Aku sabar Kau injak tengkukku

Aku harus bagaimana?

Aku Kau suruh memliihmu sebagai wakilmu, sudah kupilih Kau bertindak semaumu

Kau bilang Kau selalu memikirkanku, Aku sapa saja Kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana?

Kau bilang bicaralah, Aku bicara Kau bilang Aku ceriwis

Kau bilang jangan banyak bicara, Aku bungkam Kau tuduh Aku apatis

Aku harus bagaimana?

Aku harus bagaimana?

Kau bilang kritiklah, Aku kritik Kau marah

Kau bilang cari alternatifnya, Aku kasih alternatif Kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana?

Aku bilang terserah Kau, Kau tidak mau

Aku bilang terserah kita, Kau tak suka

Aku bilang terserah Aku, Kau memakiku

Kau ini bagaimana?

Aku harus bagaimana?

1987






NEGERI KEKELUARGAAN


meski kalian tidak bersaksi

sejarah pasti akan mencatat dengan huruf-huruf besar

bukan karena inilah

negeri bagai zamrud yang amat indah

bukan karena inilah

negeri dengan kekayaan yang melimpah

dan rakyat paling ramah

tapi karena kalian telah membuatnya

menjadi negeri paling unik di dunia

kalian buat norma-norma sendiri yang unik

aturan-aturan sendiri yang unik

perilaku-perilaku sosial sendiri yang unik

budaya yang lain dari yang lain

kalian buat bangsa negeri ini

tampil beda dari bangsa-bangsa lain di muka bumi

kehidupan penuh makna kekeluargaan

yang harmonis, seragam dan serasi

dengan demokrasi keluarga

yang manis, rukun dan damai

dalam sistem negeri kekeluargaan

bapak sebagai kepala rumahtangga

memimpin dan mengatur segalanya

sampai akhir hayatnya

bagi kepentingan keluarganya

kepentingan keluarga adalah kepentingan semua

kepentingan keluarga adalah kepentingan bangsa dan negara

keluarga harus sejahtera

dan semua harus mensejahterakan keluarga

demi kesejahteraan dan kemakmuran keluarga

kepala keluarga nerhak menentukan

sispa-siapa termasuk keluarga

berhak memutuskan dan membatalkan keputusan

berhak mengatasnamakan siapa saja

berhak mengumumkan dan menyembunyikan apa saja

kepala keluarga demi keluarga

berhak atas laut dan dan udara

berhak atas air dan tanah

berhak atas sawah dan ladang

berhak atas hutan dan padang

berhak atas manuasia dan binatang

sejarah pasti akan menulis dengan huruf-huruf besar

bahwa di suatu kurun waktu yang lama

pernah ada negeri kekeluargaan

yang sukses membina dan mempertahankan

kemakmuran dan kebahagiaan keluarga

1997






NEGERI TEKA TEKI


jangan tanya, tebak saja

jangan tanya apa

jangan tanya siapa

jangan tanya mengapa

tebak saja

jangan tanya apa yang terjadi

apalagi apa yang ada di balik kejadian

karena disini yang ada memang

hanya kotak-kotak teka-teki silang

dan daftar pertanyaan-pertanyaan

jangan tanya mengapa

yang disana dimanjakan

yang disini dihinakan,

tebak saja

jangan tanya siapa

membunuh buruh dan wartawan

siapa merenggut nyawa

yang dimuliakan Tuhan

jangan tanya mengapa,

tebak saja

jangan tanya mengapa

yang disini selalu dibenarkan

yang disana selalu disalahkan

tebak saja

jangan tanya siapa

membakar hutan dan emosi rakyat

siapa melindungi penjahat keparat

jangan tanya mengapa,

tebak saja

jangan tanya mengapa

setiap kali terjadi kekeliruan

pertanggungjawabannya tak karuan

tebak saja

jangan tanya siapa

beternak kambing hitam

untuk setiap kali dikorbankan

tebak saja

jangan tanya siapa

membungkam kebenaran

dan menyembunyikan fakta

siapa menyuburkan kemunafikan dan dusta

jangan tanya mengapa

tebak saja

jangan tanya siapa

jangan tanya mengapa

jangan tanya apa-apa

tebak saja

Rembang – Oktober 1997






SAJAK ATAS NAMA


ada yang atas nama Tuhan melecehkan Tuhan

ada yang atas nama negara merampok negara

ada yang atas nama rakyat menindas rakyat

ada yang atas nama kemanusiaan memangsa manusia

ada yang atas nama keadilan meruntuhkan keadilan

ada yang atas nama persatuan merusak persatuan

ada yang atas nama perdamaian mengusik kedamaian

ada yang atas nama kemerdekaan memasung kemerdekaan

maka atas nama apa saja atau siapa saja

kirimkanlah laknat kalian

atau atas nama Ku

perangilah mereka dengan kasihsayang

Rembang – Agustus 1997





  

REFORMASI TERUS MELAJU


api terus melalap kota dan hutan

bayi-bayi terus dikabarkan dibuang sembarangan

demam berdarah terus meminta korban

aktivis-aktivis terus dikabarkan hilang

perusahaan-perusahaan besar terus dibingungkan utang

menteri-menteri terus bernegosiasi dengan para pemilik piutang

bank-bank terus deg-degan

petinggi-petinggi negeri terus berusaha meyakinkan

negara-negara donor terus mempertimbangkan bantuan

ibu-ibu rumah tangga terus mengeluhkan harga bahan-bahan

toko-toko yang pintunya tak pro reformasi

terus jadi sasaran penjarahan

korupsi, kolusi dan nepotisme terus menjadi pembicaraan

pengamat terus mengkritik dan mempertanyakan

pakar-pakar terus berteori

mahasiswa terus berdemonstrasi

abri terus berjaga-jaga

politisi-politisi terus memasang kuda-kuda

ulama dan umara terus beristighatsah dan berdoa

modal dan moral terus terkikis

sembako dan kepercayaan terus menipis

harga-harga terus naik

rupiah yang dicintai terus melemah

orsospol-orsospol terus bengong

wakil-wakil rakyat terus tampak bloon

padahal pak harto sudah lengser keprabon

reformasi terus melaju


Rembang – 1998






TEKA TEKI


binatang apa kira-kira

yang hendak membangun istana

untuk kita semua

?

1998






AKHIRNYA


akhirnya api keserakahan kalian

membakar hutan belukar dan dendam

asapnya menyesakkan napas

berjuta-juta manuasia

memedihkan mata mereka

akhirnya kalian harus memetik hasil

dari apa yang kalian ajarkan

ribuan orang kini telah pandai

meniru kalian menjarah apa saja

yang tersisa dari sehabis jarahan kalian

beberapa tokoh sudah pandai meniru kalian

menyembunyikan gombal kepentingan

dalam retorika yang dimanis-maniskan

akhirnya kalian harus membayar

kemerdekaan dan kedamaian

yang selama ini kalian curi dari kami

kepercayaan yang selama ini

kalian lecehkan

1998






KEMBALIKAN MAKNA PANCASILA


selama ini di depan kami

terus kalian singkat-singkat pancasila

karena kalian takut ketauan

sila-sila yang kalian maksud

sila-sila yang kalian anut

tidak sebagaimana yang kalian tatarkan

kepentingan-kepentingan sempit sesaat

telah terlalu jauh menyeret kalian

maka pancasila kalian pun selama ini adalah :

KESETANAN YANG MAHA PERKASA

KEBINATANGAN YANG DEGIL DAN BIADAB

PERSETERUAN INDONESIA

KEKUASAAN YANG DIPIMPIN OLEH MIKMAT KEPENTINGAN

DALAM KEKERABATAN / PERKAWANAN

KELALIMAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

dan sorga kamipun menjadi neraka

di depan dunia

ibu pertiwi menangis memilukan

merahputihnya di cabik-cabik

anak-anaknya sendiri bagai serigala

menjarah dan memperkosanya

o, gusti kebiadaban apa ini ?

o, azab apa ini ?

gusti,

sampai memohon ampun kepada Mu pun

kami tak berani lagi

1998






KINILAH SAATNYA BERTERUS TERANG


setelah sekian lama

kita dihimpit gelap kabut

ditindih rasa takut

setelah sekian lama

kita digoncang deru angin

setelah semua kata-kata

hanya menggumpal dalam dada

setelah semua merasa lara

kinilah saatnya berterus terang

jangan tutupi kebenaran

agar dunia tetap terang

jangan tutupi kesalahan

biar dada tetap lapang

kinilah saatnya berterus terang

jangan biarkan rasa takut

membuatmu menjadi munafik dan pengecut

cahaya kebenaran telah datang

kinilah saatnya berterus terang

marilah kita bicara laiknya saudara

jangan lagi kita biarkan

kepentingan merekayasa kita

menyumbat makna

tumpukan kata menyuburkan dendam

tumpukan keluhan meledakkan dada

dan akhirnya dendam membakar segalanya

kinilah saatnya berterus terang

setelah sekian lama

kita saling terkam bagai serigala

masihkah tersisa kemanusiaan kita ?

setelah sekian lama

kebencian antara kita membara

masihkan kita bersaudara ?

1998






GELOMBANG GELAP


gelombang gelap menyapu negeriku

memedihkan mata dan hatiku

siapa kalian menggiring gelap

atas panorama bumiku yang elok gemerlap

?

kenikmatan apa yang kalian cari

maka segala milik kami

kalian curi

hingga secercah harapan yang tersisa

pada kami

?

kalian bakar hutan dan dendam

hingga kobarannya sampai kini

tak kunjung padam

gelombang gelap menyapu negeriku

mengacaukan akal sehat

orang-orang waras

menghentikan kesibukan kerja para pekerja

merusuhkan belaian kasih sayang para penyayang

menjauhkan keakraban saudara dengan saudara

mengganggu keasyikan bermain bocah-bocah

mengusik kekhusukan para mukmin beribadah

gelombang gelap menyapu negeriku

Tuhan, ampunilah kami

yang tanpa sadar ikut memperpekat gelap

yang mereka giring kemari

dan datanglah kembali

dengan maha cahya Mu

1998






TAHTA


tahta dan singgasana tempatnya di istana

uang dan emas tempatnya di brankas

rumah dan sawah tempatnya di tanah

padi dan jagung tempatnya di lumbung

ternak dan kuda tunggang tempatnya di kandang

barang-barang tempatnya di gudang

jangan ditempatkan di hari !






DI LUAR HENING LANGIT


di luar hening langit meredam

ronta tangisku atas kehidupan penuh dendam

ketika nurani menagih janji

ketika kemerdekaan menuntut tanggung jawab

pada kekuasaan yang membantai kemanusiaan

pada kepemimpinan yang menyia-nyiakan kesetiaan

pada kekuatan yang memanfaatkan kesabaran

pada keserakahan yang menghina keadilan

ternyata angkara masih saja ikut bicara

o, hening langit

beri kami keindahan bulanmu

untuk menghias batin kami

beri kami cerah mentarimu

untuk mengusir awan gelap pikiran kami

beri kami hening bintang-bintang mu

untuk menerbitkan kearifan diri kami

o, hening langit

ajarilah kami meredam dendam

agar keadilan dan kebenaran sendiri tegak

bagai takdir yang tak tertolak

amin

1418






DOA


kami tak berani menatap langit

bumi yang terbaring

terus mengerang

menghisap air mata kami

( tapi tak menghilangkan, sayang

bahkan menambah dahaga )






SELAMA INI DI NEGERIMU


selama ini di negerimu

manuasia tak punya tempat

kecuali di pinggir-pinggir sejarah yang mampat

inilah negeri paling aneh

dimana keserakahan dimapankan

kekuasaan dikerucutkan

kemunafikan dibudayakan

telinga-telinga disumbat harta dan martabat

mulut-mulut dibungkam iming-iming dan ancaman

orang-orang penting yang berpesta setiap hari

membiarkan leher-leher mereka dijerat dasi

agar hanya bisa mengangguk dengan tegas

berpose dengan gagah

di depan kamera otomatis yang gagu

inilah negeri paling aneh

negeri adiluhung yang mengimpor

majikan asing dan sampah

negeri berbudaya yang mengekspor

babu-babu dan asap

negeri yang sangat sukses

menernakkan kambing hitam dan tikus-tikus

negeri yang akngkuh dengan utang-utang

yang tak terbayar

negeri teka-teki penuh misteri

selama ini di negeri mu

kebenaran ditaklukkan

oleh rasa takut dan ambisi

keadilan ditundukkan

oleh kekuasaan dan kepentingan

nurani dilumpuhkan

oleh nafsu dan angkara

selama ini di negeri mu

manusia hanya bisa

mengintip masalahnya dibicarakan

menghabiskan anggaran

oleh entah siapa

yang hanya berkepentingan

terhadap anggaran

dan dirinya sendiri

selama ini di negeri mu

anginpun menjadi badai

matahari bersembunyi

bulan dan bintang tenggelam

burung-burung mati

bunga-bunga layu sebelum berkembang

dan tembang menjadi sumbang

puisi menjadi tak indah lagi

yang tersisa tinggal doa

dalam rintihan

mereka yang tersia-sia

dan teraniaya

untunglah Allah Yang Maha Tahu

masih berkenan memberi waktu

kepadamu untuk memperbaiki negerimu

dari kampus-kampusmu yang terkucil

Ia mengirim burung-burung ababil

menghujani segala yang batil

dengan batu-batu membakar dari sijjil

dan pasukan bergajah abradah kerdil

bagai daun-daun dimakan ulat

beruntuhan menggigil

di negeri mu

kini telah menyingsing fajar peradaban baru

jangan tunggu, ambil posisi mu

proklamasikan kembali

kemerdekaan negeri mu

Rembang, 1998






JADI APA LAGI


jadi apa lagi

yang bisa kita lakukan

bila mata sengaja dipejamkan

telinga sengaja ditulikan

nurani mati rasa

?

apalagi

yang bisa kita lakukan

bila kepentingan lepas dari kendali

hak lepas dari tanggung jawab

perilaku lepas dari rasa malu

pergaulan lepas dari persaudaraan

akal lepas dari budi

?

apalagi

yang bisa kita lakukan

bila pernyataan lepas dari kenyataan

janji lepas dari bukti

hukum lepas dari keadilan

kebijakan kepas dari kebijaksanaan

kekuasaan lepas dari koreksi?


apalagi

yang bisa kita lakukan

bila kata kehilangan makna

kehidupan kehilangan sukma

manusia kehilangan kemanusiaannya

agama kehilangan Tuhan nya?


apalagi, saudara

yang bisa

kita lakukan?


Allah,

kalau saja itu semua

bukan kemurkaan dari Mu terhadap kami

kami tak peduli

Rembang, awal Dzulhijjah 1418 / 1998



RASANYA BARU KEMARIN

( Versi VI )


rasanya

baru kemarin bung karno dan bung hatta

atas nama kita menyiarkan dengan seksama

kemerdekaan kita di hadapan dunia

rasanya

gaung pekik merdeka kita

masih memantul-mantul

tidak hanya dari mulut-mulut jurkam pdi saja

rasanya

baru kemarin

padahal sudah lima puluh tiga tahun lamanya

pelaku-pelaku sejarah yang nista dan yang mulia

sudah banyak yang tiada

penerus-penerusnya sudah banyak yang berkuasa

atau berusaha

tokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsa

taruna-taruna sudah banyak yang jadi

petinggi negeri

mahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasi

sudah banyak yang jadi menteri

rasanya

baru kemarin

padahal sudah lebih setengah abad lamanya

negara sudah semakin kuat

rakyat sudah semakin terdaulat

pembangunan ekonomi kita sudah sedemikian laju

semakin jauh meninggalkan pembangunan akhlak

yang tak kunjung maju

anak-anak kita sudah semakin mekar tubuhnya

bapak-bapak kita sudah semakin besar perutnya

rasanya baru kemarin

padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka

kemajuan sudah menyeret dan mengurai

pelukan kasih banyak ibu-bapa

dari anak-anak kandung mereka

kemakmuran duniawi sudah menutup mata

banyak saudara terhadap saudaranya

daging sudah lebih tinggi harganya

dibanding ruh dan jiwa

tanda gambar sudah lebih besar pengaruhnya

dari bendera merah putih dan lambang garuda

pejuang marsinah sudah berkali-kali

kuburnya digali tanpa perkaranya terbongkar

preman-preman sejati sudah berkali-kali

diselidiki dan berkas-berkasnya selalu terbakar

rasanya

baru kemarin

padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka

pahlawan-pahlawan idola bangsa

seperti diponegoro

imam bonjol dan sisingamangaraja

sudah dikalahkan oleh ksatria baja hitam

dan kura-kura ninja

banyak orang pandai sudah semakin linglung

banyak orang bodoh sudah semakin bingung

banyak orang kaya sudah semakin kekurangan

banyak orang miskin sudah semakin kecurangan

rasanya

baru kemarin

banyak ulama sudah semakin dekat kepada pejabat

banyak pejabat sudah semakin erat dengan konglomerat

banyak wakil rakyat sudah semakin jauh dari umat

banyak nurani dan akal budi sudah semakin sekarat

( hari ini ingin rasanya

aku bertanya kepada mereka semua

sudahkah kalian

benar-benar merdeka ? )

rasanya

baru kemarin

tokoh-tokoh angkatan 45 sudah banyak yang koma

tokoh-tokoh angkatan 66 sudah banyak yang terbenam

rasanya

baru kemarin

negeri zamrud katulistiwaku yang manis

sudah terbakar habis

dilalap krisis demi krisis

mereka yang kemarin menikmati pembangunan

sudah banyak yang bersembunyi meninggalkan beban

mereka yang kemarin mencuri kekayaan negeri

sudah meninggalkan utang dan lari mencari selamat sendiri

rasanya baru kemarin

padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka

mahasiswa-mahasiswa penjaga nurani

sudah kembali mendobrak tirani

para oportunis pun mulai bertampilan

berebut menjadi pahlawan

politisi-politisi pensiunan

sudah bangkit kembali

partai-partai politik sudah bermunculan

dalam reinkarnasi

rasanya

baru kemarin

tokoh-tokoh orde lama sudah banyak yang mulai menjelma

tokoh-tokoh orde baru sudah banyak yang mulai menyaru

rasanya

baru kemarin

pak harto sudah tidak menjadi tuhan lagi

bayang-bayangnya sudah berani persi sendiri

mester habibie sudah memberanikan diri

menjadi presiden transisi

bung harmoko sudah tak lagi

mengikuti petunjuk dan mendominasi televisi

gus dur muali siap madeg pandita

ustadz amin rais sudah siap jadi sang nata

mbak mega sudah mulai agak lega

mas surjadi sudah mulai jaga-jaga

( hari ini rasanya aku bertanya kepada mereka semua bagaimana rasanya merdeka )

rasanya baru kemarin

padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka

para jendral dan pejabat sudah saling mengadili

para reformis dan masyarakat sudah nyaris tak terkendali

mereka kemarin yang dijarah

sudah mulai pandai meniru menjarah

mereka yang perlu direformasi

sudah mulai fasih meneriakkan reformasi

mereka yang kemarin dipaksa-paksa

sudah mulai berani mencoba memaksa

mereka yang kemarin dipojokkan

sudah mulai belajar memojokkan

rasanya baru kemarin

orangtuaku sudah lama pergi bertapa

anak-anakku sudah pergi berkelana

kakakku sudah menjadi politikus

aku sendiri sudah menjadi tikus

( hari ini

setelah lima puluh tiga tahun kita merdeka

ingin rasanya aku mengajak kembali

mereka semua yang kucinta

untuk mensyukuri lebih dalam lagi

rahmat kemerdekaan ini

dengan mereformasi dan meretas belenggu tirani

diri sendiri

bagi merahmati sesama )

rasanya baru kemarin

ternyata sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka

( ingin rasanya

aku sekali lagi menguak angkasa

dengan pekik yang lebih perkasa :

merdeka ! )

8 Agustus 1998






CINTAMU


bukankah aku sudah mengatakan kepadamu kemarilah

rengkuh aku dengan sepenuh jiwamu

datanglah aku akan berlari menyambutmu

tapi kau terus sibuk dengan dirimu

kalaupun datang kau hanya menciumi pintu rumahku

tanpa meski sekedar melongokku

kau hanya membayangkan dan menggambarkan diriku

lalu kau rayu aku dari kejauhan

kau merayu dan memujaku

bukan untuk mendapatkan cintaku

tapi sekedar memuaskan egomu

kau memarahi mereka

yang berusaha mendekatiku

seolah olah aku sudah menjadi kekasihmu

apakah karena kau cemburu buta

atau takut mereka lebih tulus mencintaiku

Pulanglah ke dirimuaku tak kemana mana





BILA KUTITIPKAN


Bila kutitipkan dukaku pada langit

Pastilah langit memanggil mendung

Bila kutitipkan resahku pada angin

Pastilah angin menyeru badai

Bila kutitipkan geramku pada laut

Pastilah laut menggiring gelombang

Bila kutitipkan dendamku pada gunung

Pastilah gunung meluapkan api. Tapi

Kan kusimpan sendiri mendung dukaku

Dalam langit dadaku

Kusimpan sendiri badai resahku

Dalam angin desahku

Kusimpan sendiri gelombang geramku

Dalam laut pahamku

Kusimpan sendiri.



Demikian postingan kali ini, semoga bisa bermanfaat bagi yang sedang mencari kumpulan puisi KH. A. Mustofa Bisri. Wassalamu’alaikum….

Jumat, 14 April 2017

PUISI : MALU AKU JADI ORANG INDONESIA - TAUFIK ISMAIL

Malu Aku Jadi Orang Indonesia
(Puisi Karya Taufik Ismail)


Di negeriku yang didirikan pejuang religius
Kini dikuasai pejabat rakus
Kejahatan bukan kelas maling sawit melainkan permainan lahan duit
Di negeriku yang dulu agamis
Sekarang bercampur liberalis sedikit komunis
Ulama ulama diancam karena tak punya pistol
Yang mengancam tinggal dor
Hukum hukum keadilan tergadai kepentingan politis
Akidah akidah tergadai materialistis
Aku hidup di negara mayoritas beragama Islam
Tapi kami tersudut dan terancam
Telah habis sabarku
Telah habis sabar kami
Pada presiden yang tak solutif
Pada dewan dan majelis yang tak bermufakat
Pada semua bullshit yang menggema saat pemilu
Pada nafsu yang didukung asing dan aseng
Rakyat kelas teri tak berdosa pun digoreng
Kusaksikan keindahan negara yang menegakkan khilafah
Diceritakan hidup mereka sejahtera
Lalu ditanyai dari mana asalku
Kusembunyikan muka
Tak kujawab aku dari Indonesia
Negara yang kini tumbuh benih islamophobia.

* * *
Diberdayakan oleh Blogger.